Sunday, January 29, 2012

bersimpul denganmu

Butir-butir air menghujam di langit malam hari itu. Aku bediri bersandar pada dinding di pelataran mall. Aku terpercik air hujan, terpanah melihat sorak sorai anak-anak jalanan. Mereka berlari, berteriak, bercanda dan sesekali suaranya bertarung melawan guntur yang sungguh menakutiku. Saat langit dibelah dua oleh kilatan petir, guntur menghantam telingaku, seketika lampu mati, dan mereka pun berteriak kencang, sungguh pekik. Mereka adalah anak-anak berpayung besar, berharap besar mendapatkan harapan besar. Mereka penuh warna mewarnai malam itu dan malamku.

Dunia menawarkan banyak hal yang besar untuk orang-orang yang besar. Kepada mereka, dunia menghadiahkan beribu hal kecil, berjuta rasa. Dunia mereka sungguh luar biasa. Aku terpukau melihat senyum anak itu, sesekali datang menggodaku, menatapku dengan genit lalu melemparkan senyum. Aku bingung, tersipu, lalu kubalas menatap setiap inci senyumnya, dan aku mengaku tergoda.

Kuputuskan untuk menanggapi tatapan dan senyumannya. Kuperkenalkan diriku dan kubiarkan waktu bergulir seiring kisah mereka. Anak-anak itu bernasib sama dengan anak-anak yang kutinggalkan di trotoar Merah Putih*. Mereka seolah mengutuki hidupnya tak bersekolah, menghadiahkan jalanan sebagai ruang belajar menantang dunia yang tidak mengacuhkannya.

Aku teriris ketika ketakberseragaman mereka adalah alasannya. Aku sumringah ketika niat untuk mencicip pendidikan diutarakannya. Aku kegirangan merancang pertemuan di tengah hujan di pelataran ini kembali di hari berikutnya.
Tengah menanyakan hal yang ingin mereka pelajari dan tengah memikirkan teknisnya, Aco, salah seorang dari anak itu, berteriak mengalihkan dunia kami.
“oey, mau ko lihat artis?”
Sedetik kami mengikuti liar matanya mencicipi keseksian para gadis yang berdiri tepat di sebelah kami. Spontan anak-anak yang lain bersorak meneriakkan kekaguman mereka, mendekatkan diri dengan tawaran dunia yang lazim mereka saksikan di televisi. Sesekali bersiul tepat di samping telinga para gadis yang kuyakin membuat gadis-gadis itu risih diolok oleh anak-anak itu.
                                                                                     ***

Candaan mereka membuatku memanjatkan doa dalam hati agar hujan tak segera reda. Aku masih ingin menikmati senyum polos itu. Aku terpukau lalu kurasa kumulai terjebak untuk menyalami dunia mereka lebih jauh.
Melihat mereka, aku berpikir bahwa semua hal kecil yang terjadi dalam hidup bukan sekedar kebetulan. Yang mereka hadapi adalah menurun dari takdir orang tua mereka yang kurang beruntung dan adalah sebuah bentuk keterikatan.
Titik lepasnya ada pada saat mereka berniat menemukan simpul lain untuk mengikat takdir mereka yang jauh lebih baik. Harapku adalah aku bisa untuk menjadi simpul baru bagi hidup mereka. Karena bagiku, tak ada yang lebih indah dari berbagi dan saling tersimpul satu sama lain.

Dari lampu mobil yang hilir di seberang, butiran air hujan tak tampak lagi. Kusadari, ini penanda akan hadirnya petugas mall yang mengamankan pintu masuk dari keramaian anak-anak ini. Aku bergegas memperjelas pertemuan kami selanjutnya, sebelum akhirnya bunyi peluit berdesing di pelataran memecah pertemuan kami.
Kutatap mereka jauh berlari setelah mengingatkanku untuk kembali menepati janji bersimpul dengan mereka saat hujan turun.

Malam menggiringku untuk kembali ke rumah. Meneguhkan niat hingga membuat hatiku kelu membayangkan mereka. Aku menapaki jalan kompleksku dan pikiranku fokus tentang mereka. Kucoba gambarkan betapa besar keinginan dan niat mereka untuk belajar hingga membawaku pada suatu titik dimana aku yakin bahwa mereka bisa.

Kuyakin hidup butuh penuh dengan penaklukan. Maka sekalipun dunia tidak memberikan jeda untuk dicicipi, siapapun bisa menjerang dunia untuk hidup lebih baik. Maka selagi semangat, bertarung dan hidup lah.


No comments:

Post a Comment