Sunday, January 29, 2012

berlinang mimpi dan keajaiban


Malam itu indah. Bulan muncul lalu bersembunyi di gumpalan-gumpalan awan. Selempang sinar lampu jalan jingga menyinari jalan. Hatiku penuh suka. senyumku mengambang. lesung mungilku pun mengintip-intip bahagiaku. Wajahku merona-rona. Yaa, itulah yang slalu kurasakan setelah bertemu dengan siswa-siswaku.
Sahabatku yang jiwanya seluas langit itu, tak lama lagi akan menampakkan matanya yang entah mengapa selalu saja berbinar-binar melihatku. Yang entah mengapa pula, aku demam panggung tiap kali melihatnya.
Jalan kian ramai mengiringi hatiku yang kian meriah menantinya. Namun tak lama kemudian, handphone ku bergetar, rupanya bunda memintaku membelikannya buah di supermarket yang terletak di seberang tempat ku mengajar. Kulihat jalan berbinar-binar. Menyilaukan mataku. Suara klakson dan mesin kendaraan beradu.  Pengendara malam itu, sungguh liar yang membuatku takut untuk menerobosnya. Jalan di hadapku samar. Kuteropong jalan, kusipitkan mata. Setiap kumajukan satu langkah ke depan, kususul dengan mundur tiga langkah. Tuhan,, Aku sungguh takut!
Entah mengapa, tiba-tiba, aku merasa Tuhan telah menjawab doaku, sungguh cepat! Keajaiban menghampiriku, keberanianku membuncah. Terus kulangkahkan kaki ku, sungguh cepat. Yup, satu langkah lagi. Tak henti-hentinya, kusisipkan doa dalam takutku itu. Dan, suatu keajaiban lain menghampiri. seseorang yang mengendarai motor berhasil menyalip kendaraan lainnya yang sedetik kemudian menghantam kaki kiriku dan aku pun menjalani 'keajaiban' lainnya.
***
Darah segar mengalir deras, membanjiri sepatuku, melumuri kakiku. Mataku dinaungi air. Kurasakan badanku berkibar-kibar. Aku merintih keras semampuku di tengah jalan penuh riuh. aku mulai kerut. aku menjelang rubuh.
Aku dilarikan ke rumah sakit yang sejam kemudian kudapatkan belasan jahitan di tumitku.  Aku terus merintih kesakitan, semakin sakit ketika kubayangkan aku tak bisa berjalan normal untuk beberapa minggu ke depan.
Kulihat hidupku miris, wajahku murung. Tinggal di rumah, memelototi deretan jahitan ini membuatku terperosok dalam sekali. Aku tak ingin menghabiskan hariku dengan terus bermimpi tanpa menjalaninya.
Tak cukup seminggu kuhabiskan waktu di kamar, aku bertekad untuk kembali mengajar dan melanjutkan aktivitasku. Tentu saja, tak ada yang sepakat dengan keputusanku itu. Namun apa dikata jika hati telah mengeras seperti tembaga.
Keesokan harinya, bunda membelikanku sebuah tongkat yang dengan tongkat itulah aku berlatih melompat sepanjang malam.


***
Aku bahagia bisa kembali merasakan naik motor bersama sahabatku. Hatiku kembali meriah, wajahku berangsur cerah, rambutku kembali tersibak diterpa angin dan dilumuri sinar dan bau mentari.
Bahagiaku terasa menanjak ketika kuayukan tongkatku memasuki pintu kantorku seraya melompat-lompat dengan tongkat yang kgenggam kuat dengan tangan kiriku. Aku lalu dikerumuni, diserbu pertanyaan oleh siswaku dan ketidakpercayaannya melihatku berdiri di hadapannya dengan tongkat yang sama sekali tidak menurunkan kualifikasi cantik dari diriku.
Kukatakan pada mereka, mengklasrifikasi semua kejadian yang menimpaku dan menjelaskan bagaimana aku lalu digerogoti semangat berlipat-lipat untuk kembali berbagi bersama mereka:
“Motor itu bisa saja melemparkanku ke trotoar, menghadiahiku luka, dan menyematkan trauma yang dalam. Tapi, sejak itu, setiap kali aku jatuh, hatiku merasa Tuhan menitipkan alasan padaku untuk meyakini 'aku masih bisa bangkit.'
Namun, kusadari, bahkan ketika aku berjalan dalam rangkaian yang memeras air mataku, kuyakin itulah keajaiban Tuhan meskipun secara konotatif. Dan, saat ku telah melaluinya, sepertinya Tuhan merangkai keajaiban baru secara denotatif untuk ku.”

Seperti kumbang berkilauan terbias warna warni daun maranta, kusadari hidup itu tersusun oleh serpihan-serpihan suka dan duka yang mewarna. Duka yang mengharu biru dan suka bak lazuardi menyala-nyala adalah tatanan yang sempurna untuk menguatakan fondasi diri hingga kusadari hal-hal yang membuatku jatuh ternyata juga membuatku kuat. Dan itulah rangkaian keajaiban dari Tuhan untuk terus menyempurnakan hidupku.

No comments:

Post a Comment