Sunday, January 29, 2012

doa di tengah deburan


Sebuah benda bulat merah jingga muncul perlahan di kaki langit. Pagi merekah. Dalam euphoria akademika yang memesonaku, kulangkahkan kaki hingga ke ruang dimana akan kubagi ilmu yang kupunya kepada mereka yang kusaksikan dengan jelas semangatnya terekstrapolasi untuk menanjak, yang menjebak hidupnya dalam menerima ribuan ilmu, yang membua pikirannya untuk bertarung meraih mimpinya.
Di sinilah aku saksikan manusia-manusia yang terus menghirup candu ilmu, yang wajahnya merona-rona menantikan mimpinya. Yang kuajarkan pada mereka adalah bahasa inggris, namun semangat, keteguhan, dan keyakinan yang mereka miliki mengajarkanku banyak hal tentang mimpi yang luar biasa dan apa artinya menjadi manusia dengan mimpi yang bertaburan. Mereka telah menjadi guru yang baik bagiku dan menikmati waktu bersama mereka adalah pengalaman yang bergelimang anugerah.
Lebih dari yang kuajarkan pada mereka, aku ingin mereka mengecap setiap sensasi yang dihadirkan oleh mimpi dan harapan dan ingin kubagi bagaimana kebahagiaan menghampiri ketika jiwa penuh mimpi dan seraya alam semesta berdoa atas mimpi-mimpi itu.
 Dalam kelas, menjadi seorang pengajar, aku berikan dasar ilmu sebagai landasan bagi mereka untuk berpijak, kubagi cerita tentang mimpi-mimpiku dan seberapa kuat aku berpegang dan memperjuangkannya. Dan di akhir pertemuan, kuberikan mereka sayap untuk terbang memikirkan dan merasakan apa pun yang mereka inginkan serta menjelajahi dunia yang mereka punya.
Satu mimpiku yang mereka tahu adalah aku berniat menyelesaikan skripsi dan meraih gelar sarjanaku Maret tahun ini. telah kucurahkan semua semampuku menekuni skripsi karyaku sejak desember lalu. Dan hingga Januari siang ini, kurasakan euphoria wisuda kian menyelimutiku.
Namun entah seperti apa awalnya, kepedihan seakan tercetak di keningku. Jantungku berayun-ayun. Hatiku hancur dihantam beruntun mendengar ucapan front officer menuturkan deretan kata yang seketika membuatku ambruk ditumpuki sesak. Notebook yang kupercayakan kepadnya dan Security untuk dititipkan ternyata telah hilang.
Kakiku tak teguh, bergetar. Pipiku basah oleh airmata, berkilat-kilat. File-file skripsi yang akan kuajukan untuk mengejar ujian bulan Februari, dan form beasiswa studiku yang hendak kukirimkan minggu itu telah lenyap. Aku terguncang menyadari mimpiku runtuh. Paru-paruku tercekat. Jantungku ditabuh. Hatiku dikepung sakit.
Kurasakan duka dalam hatiku. Mendung seakan menutupi separuh langit. Hujan akan tumpah. Yang menjadi pikirku adalah bagaimana aku melanjutkan cerita hidupku kepada siswa-siswaku di tengah diri yang kini merunduk setengah redup menekuri takdirku.
Pancaran matahari menikam lubang-lubang di hatiku. Dan seperti laut, aku diam hingga kuharap waktu yang akan menyamarkan sedihku.
                                               * * *

Tak hentinya kutangisi hidupku hingga kusadari ada seorang sahabat yang hatinya juga menangisi hidupku. Rasanya itulah yang kemudian membuatku kembali mengekstrapolasikan kurva semangatku, melanjutkan mimpiku, dan kembali bertarung. Kurasakan kembali mimpiku sebenderang bulan malam ini.
Mimpi-mimpi itu terasa kuat menggerogotiku lalu kusadari, kehilangan laptop benar bisa meruntuhkan mimpiku saat itu. Namun, dengan jiwa penuh radang ini kuberanikan diri untuk bangkit. kubangun reruntuhan mimpiku kembali di tengah ketidakmungkinan. Kuhaturkan doa-doa di tengah deburan yang menyambar. Ketika ku menyusut hingga anjlok, aku mematung hingga mimpiku kembali melintas dan berkelap-kelip di ujung khayalku. Hatiku meriah membayangkannya. Kudesak diriku menerobos ketidakmungkinan itu. aku terus terhuyung mendekati mimpiku. Hingga keajaiban bersekutu dengan takdir menghadirkan 'wisudaku' di depan mata.
Kupahami betapa sempurnanya Tuhan menyusun potongan-potongan mozaik hidupku yang sedetik kemudian kurasakan bentuk baru dari diriku.
Benar, aku punya mimpi, namun ada banyak hal di luar dari diriku yang juga berhak untuk tampil dan menari-nari di dalamnya. Namun aku yakin Tuhan selalu menyimak apa yang diisyaratkan oleh sebuah benda ajaib dalam diri ku. 
Dan dengan bisikan mimpi selembut sutra dari Kashmir, berbuat yang terbaik di mana aku berdiri sejak Januari dan dengan didampingi oleh sahabat setiaku yang jiwanya seluas langit, aku menyambut gelar sarjanaku di bulan Juni setelah sebagian dari diriku mengkhianati sebagian diriku yang penuh ketakutan dan kepasrahan.

No comments:

Post a Comment